![Komunitas Parenting Education](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzi898r44rTeRa7lyS-DT_aiHM9bH3dfeQzwwLZ9yEW4e-x2WpB4wY57qdI6LsehxqUskc98pmKdKabNBv9Rjr9IEBrHrp7J8ny146g262exg-BvBD-ezk1wlX38Cd0lMPd067RKExSCTR/w320-h222/3634fcbb-d8ad-4179-9e5a-5787920d3540.jpg)
Altruisme adalah
perhatian terhadap kesejahteraan orang lain.
Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan imbalan.
"Jika kita menginginkan kebahagiaan selama satu jam, tidurlah. Jika kita menginginkan kebahagiaan satu hari, pergilah memancing. Jika kita menginginkan kebahagiaan selama setahun, wariskan kekayaan. Jika kita menginginkan kebahagiaan seumur hidup, bantulah seseorang." -Chinese Proverb-
Apakah setiap anak mempunyai jiwa altruisme? Apakah setiap anak bisa memberi dan menolong orang
lain?
Altruisme dan
Kemampuan Memberi atau Menolong Orang lain adalah Bawaan
Manusia, sejak bayi sudah mengembangkan kapasitas kolaboratif, juga mengembangkan keterampilan dan
motivasi untuk berbagi serta bekerja sama.
Dorongan untuk bekerja sama, yang berkembang sejak 14-18 bulan, merupakan bentuk keterlibatan sosial yang unik. Ini melibatkan tujuan bersama, perhatian bersama, dan rencana tindakan bersama (niat), kemampuan untuk membaca rencana orang lain (teori pikiran), dan motivasi intrinsik untuk membantu orang tersebut mencapainya.
Jika kita membuat rencana untuk memetik apel dari pohon yang cabangnya lebih tinggi daripada yang bisa dicapai oleh salah satu dari kita, kita perlu membuat niat bersama ('niat kita') dan kemudian masing-masing memainkan peran kita yang sesuai untuk mewujudkannya. Misalnya, saya bisa menaiki tangga untuk mendapatkan apel, tetapi itu hanya akan terjadi jika kamu memegang tangga agar saya tidak jatuh.
Kita tahu bahwa sifat kerja sama itu bawaan karena kita bukan satu-satunya primata yang terlibat dalam perilaku ini, simpanse juga!
Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa penghargaan ekstrinsik, seperti menerima mainan sebagai hadiah untuk tindakan kooperatif, menurunkan keinginan altruistik bawaan siswa untuk bekerja sama! (Tomasello, 2009)
![Komunitas Parenting Education](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNc3n7Km0w6WlgrvpU5PoKMLlzwfi9rIuuEyK90MK88UMMyGEo-CnSIc1YuUAciALMVx5i1Re8vx4OdPMR-NFSDYEyvSkvq61sNUAhoiiMPg5KDMAthFFxux2LIxnmB8aesAcrmgjMgo9c/w320-h320/7b39885d-760b-4add-bf5f-020081a1c3a7.jpg)
Baca juga: Bullying dan Kompeksitas Pertemanan
Untuk mengujinya,
peneliti mengembangkan serangkaian eksperimen yang dirancang untuk menunjukkan
perilaku altruistik anak-anak.
Eksperimen terdiri dari dua bagian: fase perawatan di mana anak-anak, usia 20 bulan, diberi kesempatan untuk membantu orang dewasa dan ditawarkan hadiah verbal (pujian), hadiah materi (kesempatan untuk memainkan permainan yang menarik) atau tanpa hadiah sama sekali (respons netral). Anak-anak yang membantu dalam fase perawatan melanjutkan ke fase pengujian. Dalam fase pengujian, tidak ada hadiah yang ditawarkan.
Hipotesis para peneliti adalah bahwa anak-anak dengan motivasi intrinsik untuk membantu tidak akan terpengaruh oleh penghargaan eksternal. Mereka juga berhipotesis bahwa penghargaan verbal atau sosial tidak akan berpengaruh atau mungkin berdampak positif pada peningkatan perilaku.
Nah, bagaimana hasil penelitiannya?
Hasil penelitian terhadap altruisme dan kemampuan memberi atau menolong orang lain
Hasil mengungkapkan
beberapa hal. Pertama dan terpenting, anak usia 20 bulan secara intrinsik (internal)
termotivasi untuk membantu. Yang lebih menarik, setelah mengalami pujian atau
tanggapan netral, anak-anak sama-sama membantu penguji dibandingkan dengan
mereka yang menerima penghargaan materi.
Anak-anak yang menerima penghargaan selama fase awal ternyata cenderung tidak membantu. Selanjutnya, tawaran motivasi ekstrinsik (eksternal) berfungsi untuk mengurangi perilaku menolong dalam jangka panjang. Studi ini menunjukkan bahwa anak-anak kurang cenderung mengembangkan semangat kerja sama atau memberikan bantuan ketika mereka ditawari penghargaan (reward) eksternal .
Seolah-olah penghargaan (reward) mengalihkan fokus dari tindakan altruistik ke tindakan yang lebih narsistik (saya hanya akan melakukan sesuatu ketika saya mendapat hadiah atau reward).
Ini menunjukkan bahwa altruisme atau keinginan untuk membantu adalah bawaan (Warneken dan Tomasello, 2008). Hal ini merupakan pergeseran paradigma dalam hal penguatan (reward) eksternal.
Jika
keinginan untuk membantu adalah bawaan dan dorongan eksternal tidak
meningkatkan perilaku, maka mengajari anak-anak mengapa mereka perlu melakukan
perilaku tersebut akan jauh lebih penting daripada melatihnya dengan cara
memberikan reward. Keinginan untuk membantu ini sangat erat selaras dengan
kerja sama.
Mengapa pada anak perlu dikembangkan sikap altrusime dan kemampuan membantu orang lain? Apa dampak psikologisnya terhadap mereka?
![Komunitas Parenting Education](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglhUEkkIhPlX9F8Rv8YapnjPGadw_TpMJzByH_bTQVNC-SAPDap1dOzbfiw7e8VPq0e3C39VYQG3tKceUhyphenhyphen6kEgHbUw89GJg6vpvUiioanay_GIgv-KRa0y1fLa_k1s8q1U3ch-EfYd1rG/w320-h320/9f981ae7-aaeb-4179-addd-3aa956f852b3.jpg)
Dampak Psikologis dari Perilaku Altruistik, Memberi dan Menolong Orang Lain
Memberikan kesempatan
baik di rumah maupun dalam program sekolah untuk mendorong anak-anak memikirkan
dan membantu orang lain daripada hanya diri dan keuntungan mereka sendiri
adalah cara yang baik untuk membantu anak-anak mengembangkan ketahanan
(resilient).
Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu hal yang dapat memprediksi apakah anak-anak akan lebih penuh harapan serta optimis saat mereka tumbuh dan berkembang adalah jika kita memberikan kesempatan di mana mereka dapat membantu orang lain. Kita dapat melakukan kegiatan amal sebagai sebuah keluarga, dimulai dari usia dini.
Selain ketahanan (resilient), hope dan rasa optimis, dampak psikologis apa lagi yang muncul dari perilaku altruistik, memberi dan menolong orang lain?
Resilient adalah kemampuan yang sangat penting dimiliki anak untuk menghadapi kehidupannya. Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Angela Duckworth dalam bukunya GRIT, disampaikan bahwa salah satu dari dua kunci sukses dan bahagia dalam hidup adalah: resilient (ketahanan/daya juang).
Pentingnya Perilaku
Altruistik, Memberi dan Menolong Sesama, serta Dampaknya pada Psikologis Anak
Menjadi teladan dan mengajar anak-anak melayani merupakan hal yang luar biasa untuk dikerjakan dan cara yang baik untuk mengembangkan empati, konsep diri positif, keterampilan sosial, selain ketahanan (resilient) pada anak-anak.
Anak yang tangguh lebih percaya diri, merasa kompeten dalam keterampilan mereka, lebih terhubung dengan orang-orang di sekitar mereka, merasa bahwa mereka adalah kontributor bagi keluarga, sekolah, dan komunitas mereka, dan merasa lebih dapat mengendalikan hidup dan emosi mereka.
Kita semua ingin mendapatkan rasa terima kasih karena telah berkontribusi bagi dunia, dan ketika anak-anak mendengar "terima kasih" atas kontribusi mereka di rumah maupun di luar keluarga, mereka akan terdorong untuk berkontribusi lebih banyak lagi kepada dunia di sekitar mereka.
Inilah mengapa sangat penting untuk mengajari anak-anak pentingnya membantu orang lain dan mendorong pendekatan "saya bisa melalukan sesuatu" untuk orang lain, untuk lingkungan sosial saya, untuk sekolah saya, untuk Indonesia, untuk dunia. Mengapa tidak?
Sumber : Hanlie Muliani, M.Psi, Komunitas Parenting Education