Delayed Gratification adalah salah satu skill yang sangat penting dilatih pada anak sejak usia dini. Delayed Gratification adalah salah satu cara untuk melatih dan mengembangkan kemampuan Regulasi Diri (Impluse & Emotional Control). Sedangkan regulasi diri, adalah kemampuan yang sangat penting untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
Jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia masih terus mengalami peningkatan
yang signifikan, bahkan angka penambahannya kembali mencapai rekor terbaru
pada bulan Agustus 2020.
Ironisnya, di waktu yang sama didapati
lalu lintas yang mulai padat, tempat-tempat umum dan tempat hiburan sudah ramai
dipadati pengunjung, bahkan tidak jarang mereka mengabaikan protokol Covid-19.
Lalu, mengapa tetap berwisata atau
hanya sekedar bersenang-senang "nongkrong" di luar bersama
rekan-rekan, mengabaikan protokol Covid-19, meskipun tahu data peningkatan
kasus Covid-19 terus mengalami pelonjakan?
Di situasi lainnya, anak-anak kita masih terus
menjalani school from home (sekolah online/belajar di rumah) dalam waktu yang belum bisa
dipastikan. Dalam pembelajaran online ini, ada sebagian anak yang berhasil
menjalani sekolah online, di mana mereka tetap bertahan mengikuti pembelajaran, namun mengapa ada sebagian anak yang tidak bisa bertahan, dan terganggu di tengah-tengah
proses pembelajaran? Ada yang belajar sambil chatting, ada yang update status di media sosial, ada yang sambil main game online, dan keluar masuk ruangan hanya untuk
makan, minum lalu tidur-tiduran, dan berbagai aktivitas lain untuk menghilangkan kebosanan mereka.
Kemampuan Delayed Gratification bisa menjadi salah satu
jawabannya. Tidak hanya pada anak-anak, bahkan orang dewasa pun ada yang masih belum mampu melakukan DELAYED GRATIFICATION, KONTROL DIRI MENUNDA KESENANGAN.
"Apa itu Delay Gratification"
Delay gratification adalah kemampuan untuk
menolak/menunda dorongan/impulse/hasrat untuk tujuan jangka panjang yang lebih
bernilai.
Kemampuan menunda kesenangan/kepuasan sangat
penting terkait dengan kontrol diri, regulasi diri.
Menunda kesenangan/kepuasan juga dapat diartikan
dengan menunda keinginan/temptation (godaan).
Kebutuhan harus langsung dipenuhi, namun
kesenangan/keinginan/temptation (godaan) tidak harus langsung dipenuhi. Bisa
ditunda, dan tidak ada konsekuensi buruk dari penundaan yang dilakukan.
Contoh kebutuhan VS keinginan:
1. Membeli handphone model baru ketika handphone yang lama masih bisa dipergunakan, kondisi masih bagus dan baru setahun yang lalu dibeli, ini adalah keinginan. Membeli handphone baru
karena handphone yang lama sudah rusak, ini adalah kebutuhan.
2. Main game di tengah-tengah school online, ini
jelas keinginan/temptation (godaan) yang bisa ditunda.
3. Pergi berwisata ke tempat wisata publik pada
saat kita semua sedang berusaha untuk menanggulangi virus Covid-19 bersama,
jelas bukan kebutuhan melainkan kesenangan/keinginan yang tidak perlu dipenuhi
saat itu juga.
Menunda main game saat school online untuk
tujuan jangka panjang yang lebih bernilai yaitu memahami materi yang sedang
diajarkan, pencapaian akademik dan naik kelas dengan baik.
Menunda wisata saat pandemi untuk tujuan yang
lebih besar dan bernilai yaitu mengatasi pandemi virus Covid-19 di negara kita.
Untik kepentingan, kebutuhan dan kebaikan bersama yang lebih luas.
SEJAK KAPAN KEMAMPUAN DELAYED GRATIFICATION PERLU
DILATIH DAN DIBENTUK PADA ANAK?
Pada bayi sampai usia 2 tahun, semua dorongannya
perlu segera dipenuhi. Dorongan bayi yang diekspresikan melalui bahasa tangisan
adalah dorongan kebutuhan (butuh makan karena lapar, butuh dibersihkan pup dan
pipisnya, butuh bermain dan berinteraksi dengan caregiver-nya, butuh diobati
karena sakit). Semua kebutuhan ini perlu langsung dipenuhi, jangan ditunda. Hal
ini juga untuk membangun pola Secure Attachment pada perkembangan psikologis
anak.
Kalau kita pernah mendengar, "Bayi menangis
dibiarkan saja supaya tidak manja dan bau tangan", ini sebuah pemahaman
yang keliru!
Kemampuan delayed gratification sudah dan perlu
mulai dikembangkan sejak usia +/- 2 tahun. Karena:
1. Setelah +/- usia 2 tahun, dorongan yang
muncul pada anak tidak lagi hanya kebutuhan namun mulai muncul impuls/dorongan
yang sifatnya kesenangan/keinginan/temptation (godaan).
2. Usia +/- usia 2 tahun, anak juga sudah mulai
memahami konsep sebab akibat.
3. Usia +/- usia 2 tahun, anak juga sudah mulai
memahami konsep tujuan/goal.
Seiring bertambahnya usia, jika dilatih dan
dibentuk, maka anak mulai bisa menekan/menunda impuls/dorongan/keinginannya, menahan
diri untuk meraih tujuan dan kepuasan yang lebih bernilai. Semakin bertambah
usia seharusnya tidak lagi impulsif.
KEMAMPUAN
DELAYED GRATIFICATION dan PREDIKSI KESUKSESAN HIDUP
Sebuah penelitian longitudinal mengenai Delayed Gratification dilakukan oleh Profesor Walter Mischel di
Stanford University pada tahun 1972.
Gambaran eksperimen:
Mischel melakukan uji coba pada anak-anak berusia empat dan
lima tahun di Taman Kanak-kanak Bing di dalam kampus Universitas Stanford.
Masing-masing dari anak tersebut dibawa ke dalam suatu ruangan dan sebuah
marshmallow diletakkan di meja di depan anak tersebut. Mereka diberitahu bahwa
mereka boleh memakan marshmallow tersebut sekarang, tetapi apabila mereka
menunggu 20 menit, Mishcel akan kembali dan memberikan mereka tambahan satu
marshmallow.
Hasil dari percobaan tersebut adalah sepertiga
dari anak-anak tersebut memakan marshmallow dengan segera, sepertiga lainnya
menunggu hingga Mischel kembali dan mendapatkan dua marshmallow dan sisanya
berusaha menunggu tetapi akhirnya menyerah setelah waktu yang berbeda-beda.
Tujuan awal dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui proses mental yang membuat seseorang menunda kepuasaannya saat ini
untuk mendapatkan kepuasan yang lebih pada masa mendatang.
Analisis statistik menunjukkan bahwa kemampuan
menunda kesenangan, tingkat pengendalian/kontrol diri seorang anak merupakan
alat yang sangat akurat dalam memperkirakan nilai akademik yang baik,
penyesuaian emosional yang bagus, keterampilan interpersonal yang tinggi, rasa
aman, kemampuan beradaptasi, kondisi keberhasilan finansial, kesehatan yang
baik.
Sumber: Hanlie Muliani, M.Psi, Komunitas Parenting Education
Tidak ada komentar:
Posting Komentar