Rabu, 16 September 2020
Doa Cinta Sang Pengantin
Sabtu, 12 September 2020
Kompleksitas Pertemanan & Bullying
Bullying adalah masalah Universal, tidak ada negara dan sekolah yang menjadi perkecualian. Data yang didapat Robert Pereira (International Educational Consultant dan Praktisi Masalah Bullying) saat melalukan seminar bullying prevention dan konseling di mancanegara, menyatakan bahwa perilaku bullying terjadi secara universal, lintas budaya, dan lintas generasi. Ternyata, anak-anak di Asia mengalami perilaku bullying yang sama seperti anak-anak di Australia. Anak-anak tahun 2000-an mengalami perilaku bullying yang juga dialami oleh anak-anak tahun 1980-an namun dengan ditambah adanya cyber-bullying.
Selama ada pertemanan, disitu juga terdapat potensi terjadinya bullying dan kompleksitas pertemanan.
Lalu apakah yang dimaksud dengan Bullying?
Secara singkat perilaku bullying memiliki empat karakteristik sebagai berikut:
- Tindakan agresif: dapat dilakukan secara fisik, verbal, sosial (menghasut teman-teman untuk menjauhi korban), psikis (tatapan sinis, dijauhi, dan didiamkan), dan sekarang bertambah dengan cyber-bullying.
- Kekuatan yang tidak seimbang: terdapat ketidakseimbangan kekuatan antara korban dan pelaku bullying. Biasanya pelaku menganggap korban lebih lemah dan jumlah pelaku lebih banyak dari korban.
- Pengulangan: terjadi dengan pelaku yang sama dan korban yang sama secara berulang-ulang. Anak laki-laki atau perempuan yang menjadi korban bullying dapat diganggu secara berulang oleh orang lain atau suatu kelompok. Beberapa anak laki-laki digoda setiap hari. Beberapa anak perempuan diberi "lirikan sinis" setiap hari.
- Kepuasan bagi pelaku: pelaku merasa puas atau senang setelah menindas korban.
Lalu apa bedanya dengan ledekan, kekerasan yang lain? Ini pertanyaan yang kerap diajukan kepada kami.
Mari kita bedakan antara BULLYING dengan KONSEKUENSI SOSIAL (hukuman sosial).
Hukuman sosial merupakan konsekuensi dari perilaku si "korban" yang mungkin mengganggu, kurang pantas atau tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Contohnya, seorang anak yang sering berkata kasar dijauhi oleh teman-temannya.
Kasus lainnya yaitu perilaku agresif sewaktu-waktu yang tidak melibatkan karakteristik PENGULANGAN. Hal ini biasanya terjadi dengan penyebab yang jelas dan hanya terjadi sekali. Contoh, A menyenggol kotak makan B saat makan siang, sehingga A marah dan memukul B padahal sebelumnya A dan B tidak pernah saling mengganggu. Kejadian ini bukan tindakan bullying.
Catatan:
Kalau kita atau anak sedang memberikan konsekuensi sosial terhadap seseorang karena perilakunya yang tidak pantas, APAKAH PERLU dengan CARA KEKERASAN atau yang SERUPA dengan PERILAKU BULLY?
Ketika melihat definisi bullying, Anda melihat kata “berulang". Anak laki-laki atau anak perempuan yang menjadi korban bullying dapat diganggu secara berulang oleh orang lain atau suatu kelompok.
Beberapa anak laki-laki digoda setiap hari. Beberapa anak perempuan diberi "lirikan sinis" setiap hari. Banyak orang tua meminta anaknya "tabah". Akan tetapi sebenarnya, kita sebagai orang dewasa harus
mempertimbangkan bagaimana rasanya menjadi anak usia 5, 6, 7, 8, 9, atau 10 dan seterusnya yang mengalami perilaku tidak menyenangkan dari teman sepermainan dan terjadi setiap hari di sekolah (merasakan kesal dan cemas terus-menerus) bahkan dengan kemajuan teknologi, bullying dapat berlanjut terus di manapun. Seorang anak tidak dapat mengabaikan pengalaman seperti itu. Bagi seorang anak, perilaku seperti itu dapat menjadi "traumatis". Anak akan membangun mekanisme pertahanan diri, terkait trauma yang terjadi.
Kekesalan dan kecemasan anak-anak ini dapat berubah menjadi kemarahan, tindak agresi, mogok sekolah, bahkan yang paling parah sampai depresi dan ingin bunuh diri. Pada
awalnya, anak korban bully akan selalu bertanya-tanya “Mengapa saya?" dan “Apa
yang salah dengan diri saya?". Kemudian suatu hari akhirnya berkembang menjadi konsep diri yang salah “Tidak ada yang menyukai saya" dan mulai muncul
di benak mereka “Apa gunanya?..Tidak ada gunanya. Kejadian ini tidak akan pernah berhenti", “Tidak ada gunanya sekolah lagi...bahkan tidak ada gunanya hidup lagi...".
Sebagai orang dewasa, kita tidak dapat mengabaikan pengalaman-pengalaman nyata itu sebagai tidak penting, mengecilkan efeknya pada anak-anak atau remaja, memaafkan
pelakunya, atau menyatakan si korban terlalu sensitif dan harus lebih tabah.
Pertanyaan reflektif:
"Melatih daya juang apakah perlu melalui dibully dan membiarkan anak-anak ada yang men-bully temannya.?"
Memahami Bullying Pada Anak-anak Perempuan
Bullying bisa terjadi secara cross gender. Secara umum bullying mempunyai karakteristik
khusus antara bullying pada anak perempuan dengan bullying pada anak laki-laki.
Alasan, penyebab dan ekspresi bullying anak-anak perempuan secara signifikan berbeda dengan bullying pada anak laki-laki. Mari kita membahas bullying pada anak-anak perempuan terlebih dahulu.
Ada banyak alasan tentunya mengapa anak perempuan mem-bully. Kami sampaikan di sini, alasan utama atau tersering bullying pada anak perempuan adalah disebabkan oleh perasaan IRI HATI kepada korban yang dianggap mempunyai banyak kelebihan dibandingkan pelaku. Di sisi lain, bullying juga dapat disebabkan karena pelaku memandang korban secara rendah, terutama terkait kekurangan korban, seperti gendut, jelek, miskin, dll.
Iri hati terhadap apa?
Pencetus iri hati ada berbagai macam, di antaranya:
1. Kecantikan, penampilan fisik
2. Talenta
3. Popularitas
4. Kepribadian yang baik dan disukai
5. Disukai teman laki-laki
6. Barang-barang yang dipakai
7. Berprestasi di sekolah
Mengingat bahwa alasan utama anak-anak perempuan men-bully adalah karena IRI HATI. Biasanya, ketika seseorang dikuasai iri hati, apa yang akan dilakukan? Orang yang iri hati dan tidak bisa menguasainya lagi, biasanya ingin menyakiti dan melihat orang yang dia iri hatikan hidupnya menderita, ingin menghancurkan hidup orang tersebut. Ini justru tujuan utamanya. Senang melihat hidup orang yang dia iri hatikan itu susah dan sengsara. Terkadang anak-anak perempuan justru lebih susah berempati pada korbannya dibandingkan anak laki-laki dikarenakan rasa iri hati.
Seperti yang sudah kemarin disampaikan, alasan penyebab dan ekspresi bullying anak-anak perempuan secara signifikan berbeda dengan bullying pada anak laki-laki. Mari hari ini
kita membahas bullying pada anak laki-laki.
Bullying pada anak laki-laki relatif lebih mudah dideteksi karena mereka bersuara keras, main fisik, dan lebih mungkin melontarkan komentar tidak pantas di depan orang lain. Perilaku bullying cenderung berupa ledekan yang merendahkan dan mempermalukan korban. Kalau bullying pada anak perempuan seringkali disebabkan oleh perasaan IRI HATI kepada korban, anak laki-laki seringkali membully temannya yang mereka anggap BERBEDA,
melakukannya karena BERCANDA, JUST FOR FUN, meskipun isu terkait iri hati juga ada.
Berbeda? Maksud berbedanya bagaimana?
Semua perbedaan individu dapat menjadi pusat perhatian anak laki-laki pelaku bullying, antara lain:
1. Perbedaan fisik: lebih kecil atau besar (gendut). Termasuk juga di dalamnya isu ras, terlihat lembut, tidak berotot, tidak dianggap "macho"
2. Perbedaan minat atau talenta: tidak terampil olahraga, menyukai olahraga yang tidak biasa misal senam lantai, dan mempunyai talenta yang dianggap tidak khas laki-laki misal
memasak, bermain biola dan piano klasik
3. Akademik yang menonjol, "kutu buku"
4. Karakter: baik, sopan, anak kesayangan guru, atau tidak dianggap nakal
5. Disabilitas fisik dan kondisi lainnya seperti anak autisme atau asperger
Mengingat bahwa alasan utama anak laki-laki men-bully adalah karena PERBEDAAN dan JUST FOR FUN, yang perlu disadari anak laki-laki ialah memiliki rasa empati, mengubah cara berpikir yang keliru mengenai "persepsi sebagai laki-laki atau macho dan keren. Bukan sesuatu yang salah jika anak laki tidak pandai dan tidak suka olahraga. Ada anak yang
berbakat olahraga, tetapi ada juga anak yang kurang berbakat dan mempunyai minat lain. Bukan salah anak mana pun jika ia dilahirkan dengan disabilitas fisik maupun mental. Tidak ada yang merencanakan kelahiran, menjadi ras apa, mempunyai warna kulit putih/cokelat dll. Selain itu, anak laki-laki perlu ditumbuhkan rasa empatinya dengan pertanyaan reflektif, bagaimana rasanya ketika kita diperlakukan seperti itu setiap hari?
Sumber: Hanlie Muliani, M.Psi (Komunitas Parenting Education)
Meneladani Kisah Maryam Sebagai Single Parent
Saat itu siang hari bolong di tahun 2015 cuaca kota Cikarang sebagai kawasan industri memang sangat panas dan terik. Seorang ibu 38 tahun berjibaku dengan kemacetan dan penuhnya kendaraan umum yang ia tumpangi untuk pulang ke kota Bekasi selepas mengajar di sebuah perguruan tinggi swasta yang berlokasi di kabupaten Bekasi. Suasana sehari-hari yang jauh dari kata nyaman sudah tidak lagi dihiraukan, yang penting bisa pulang dan masih bisa menjemput anak-anaknya dari sekolah.
Ya,
keadaan seperti ini baginya yang sudah dua tahun menjadi orangtua tunggal bagi
kedua anak-anaknya adalah hal biasa. Sebab dia tahu jika tidak bekerja maka
bagaimana nasib anak-anaknya nanti. Sejak perceraian dengan suami yang telah
dua belas tahun dinikahinya, semakin menyadarakannya bahwa seorang wanita itu
harus kuat dan mandiri. Itulah mindset
yang dia tanamkan dalam pikirannya.
Tak
mau berlama-lama larut dalam kesedihan, dia sadarkan dirinya harus move on. Tak perlu melampiaskan
kekesalan jiwa karena ternyata mantan suami lebih memilih wanita lain
dibandingkan dirinya. Berhenti menangisi peristiwa yang sudah terjadi, dan
berharap Allah SWT ridho meski suatu hubungan suami istri yang berujung pada
perceraian.
Memang
benar adanya menjadi orang tua tunggal atau single
parent banyak sekali lika likunya. Tidak selamanya berjalan mulus juga
karena status yang disandang menjadi seorang janda. Padahal ini hanyalah
status, tapi stigma dimasyarakat terkadang masih berkonotasi negatif. Allah SWT
berfirman dalam QS. Maryam:27-28 :
فَاَتَتْ
بِهٖ قَوْمَهَا تَحْمِلُهٗ ۗقَالُوْا يٰمَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْـًٔا فَرِيًّا
يٰٓاُخْتَ هٰرُوْنَ مَا كَانَ اَبُوْكِ امْرَاَ سَوْءٍ وَّمَا كَانَتْ اُمُّكِ
بَغِيًّا ۖ
“Maka Maryam membawa anaknya kepada kaumnya
dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah
melakukan sesuatu yang amat munkar. Hai saudara Harun, ayahmu sekali-kali
bukanlah orang jahat dan ibumu bukanlah seorang pezina.”
Berdasarkan
kisah ini kita dapat mengambil banyak hikmah kehidupan untuk dijadikan teladan,
terlebih bagi para ibu yang membesarkan anak-anaknya sendirian. Perlu juga
dicatat bahwa rasa sedih, kesepian, merasa dilupakan, dan tidak berguna adalah
gejolak jiwa yang normal dan wajar sebagaimana digambarkan dalam kisah Maryam.
Di
sisi lain, seorang wanita memang telah diberikan oleh Allah SWT ketangguhan
seorang ibu yang tidak dimiliki oleh kaum lelaki, sehingga dia mampu mengandung
selama berminggu-minggu lalu menghadapi rasa sakit saat melahirkan dan
membesarkan anaknya. Hal ini adalah keistimewaan seorang ibu yang harus
disyukuri oleh kaum hawa.
Ketika
tidak ada seorang pun di sisi seorang wanita, ketika tidak ada siapa-siapa yang
membantunya, hendaklah seorang wanita tetap percaya bahwa Allah SWT tak pernah
membiarkan hamba yang dikasihi-Nya sendirian. Seperti dalam kisah Maryam yang
melahirkan Isa dalam kesendirian dan keterasingan namun diberikan kecukupan
oleh Allah SWT hingga dia dapat kembali kepada kaumnya.
Teladan
yang dapat dicontoh adalah ketika dalam kesendirian dan keterasingan itu Maryam
lebih banyak berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melebihi saat-saat
ketika dia belum terpilih menjadi seorang ibu. Maryam tidak marah atas takdir
yang dijalaninya, sebaliknya justru dia menerima dengan ikhlas dan penuh
tawakal. Ujian berat tidak membuatnya menjauh dari Allah SWT, tetapi justru
menjadikannya semakin taat.
Tanpa
keberadaan suami, seorang ibu terpaksa mengerjakan tugas dan kewajiban sebagai kepala
rumah tangga dalam mencari nafkah bagi anak-anaknya. Di satu sisi dia harus
menjalani tugasnya sebagai seorang ibu yang mendidik serta membesarkan
anak-anaknya, di sisi lain dia harus bekerja untuk mencukupi kehidupan rumah
tangganya.
Dari
kisah Maryam kita dapat menyimpulkan bahwa satu-satunya pegangan hidup yang
paling kuat dan utama adalah agama. Inilah modal penting yang menghindarkan
seorang ibu dari frustasi, kelelahan jiwa dan lingkungan yang buruk. Memperbanyak
dzikir kepada Allah SWT adalah salah satu penenang jiwa. Adanya anak jangan
sampai menjadi penghalang untuk senantiasa mengingat Allah SWT. Dalam QS.
Al-Munafiqun:9, Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَٰلُكُمْ
وَلَآ أَوْلَٰدُكُمْ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ
هُمُ ٱلْخَٰسِرُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu
dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”
Dengan
mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka Allah SWT pun akan dekat kepada kita
sehingga masalah seberat apapun dapat dihadapi dengan ikhlas, sabar dan penuh
ketabahan. Sebuah kalimat bijak mengatakan, ”Jangan katakana saya punya masalah
besar, tapi katakanalah saya punya Allah yang Maha Besar.”
Tetaplah
berpikir positif, tidak perlu menyesali kesedihan karena peristiwa yang sudah
lalu sebab kesedihan hanya akan menjadi tembok penghalang kebahagiaan. Meski
tanpa suami, seorang ibu single parent
juga berhak menikmati indahnya kehidupan dan membesarkan anak-anaknya untuk
menjadi generasi yang sholeh serta sholehah.
TAMAT
Sabtu, 01 Agustus 2020
Tentang Saya
Hi, Smart People
Ini adalah blog
pertama yang saya miliki.
Saya menyukai
berbagai macam artikel tentang manajemen, ekonomi, parenting - paud, sosial
mandiri dan mungkin nanti dalam perkembangannya ada artikel-artikel lain yang dapat
kami informasikan.
Blog ini akan terus
bertumbuh untuk menemukan core niche –nya.
Feel free untuk
memberikan saran dan masukan agar blog ini semakin bermanfaat bagi pembaca.
Terima kasih atas
kunjungan smart people.
Salam Smart!
Delayed Gratification, Kontrol Diri Menunda Kesenangan
Delayed Gratification adalah salah satu skill yang sangat penting dilatih pada anak sejak usia dini. Delayed Gratification adalah salah ...
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBq117ENTSwdD2XtjCPloJI9ZI_Ys7GAOsFIvAJ4RSUVb7Lep13sXtYNMz90twcBX95Xe0JD2YK56iGjezrWKSLWai_kR2M0Au8K-kkFUi-Hj25elGMiMlTB1wMUkp00gl0Re36jHcvZtf/s320/DELAYED+GRATIFICATION+3.jpg)